Sabtu, 31 Januari 2009

Presiden: Ada Isu "Asal Bukan Capres S"

Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengemukakan dua isu terkait dengan pemilihan presiden 2009.

Meskipun meyakini isu itu tidak benar, Presiden menyebut isu itu ada di antara petinggi Tentara Nasional Indonesia dan di antara petinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

”Hati-hati jika mengeluarkan pernyataan atau bertindak,” ujar Presiden saat memberi pengarahan dalam rapat pimpinan TNI dan rapat koodinasi Polri yang dijadikan satu di Istana Negara, Jakarta, Kamis (29/1).

Menurut isu yang didengarnya dan disampaikan secara terbuka itu, ada petinggi TNI AD yang mengkampanyekan ”ABS” alias ”asal bukan capres S”.

Isu lain yang didengar Presiden adalah keterlibatan petinggi Polri menjadi tim sukses capres tertentu.

Presiden tidak menyebut capres S yang dimaksudkannya dan satuan petinggi TNI AD yang menyebarkannya. Untuk petinggi Polri yang menjadi tim sukses capres tertentu, Presiden tidak memberi keterangan lebih lanjut. Presiden hanya berujar, ”Saya yakin, informasi itu tidak benar.”

Tidak mendengar

Tentang isu yang dikemukakan Presiden, Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso mengaku baru pertama kali mendengar saat disampaikan Presiden. ”Saya sendiri belum mendengar itu. Presiden sendiri juga tidak yakin. Itu akan jadi catatan saya sebagai Panglima TNI apakah isu itu ada benarnya,” ujar Djoko.

Sejauh ini, tokoh yang menyatakan diri ingin maju sebagai capres adalah SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), Sutiyoso, Slamet Soebijanto, dan Sultan HB X. Tidak jelas ”asal bukan S” mana yang isunya diterima Presiden dan dikemukakan di Istana Negara.

Untuk cara-cara seperti yang dikemukakan itu dalam Pilpres 2004, Presiden mengaku sudah memaafkannya. Presiden bahkan dua kali berturut-turut mengemukakan ”sudah saya maafkan” di forum itu. Yang dimaafkan presiden adalah kampanye petinggi Polri menjelang Pilpres 2004 agar tidak memilih capres tertentu termasuk dirinya.

”Jangan terulang lagi. Saya sendiri pernah merasakan betapa sakitnya saat ada oknum TNI atau Polri yang mengeluarkan instruksi yang mengganggu netralitas TNI atau Polri dalam Pemilu 2004,” ujarnya.

Dihubungi terpisah, peneliti senior LIPI, Ikrar Nusa Bhakti, menilai tuduhan Yudhoyono sebagai hal yang mengejutkan dan sangat serius.

Ikrar mengaku dirinya memang sejak lama mendengar ada kekecewaan dan ketidakpuasan di kalangan prajurit TNI, baik di tingkat bawah maupun perwira, terhadap sejumlah kebijakan pemerintah terutama terkait kewajiban pemenuhan kebutuhan anggaran, kesejahteraan, dan profesionalitas yang mencukupi.

Namun, ia tidak berani menyimpulkan apakah kekecewaan itu terakumulasi dalam bentuk gerakan ”Asal Bukan Susilo”.

Tuduhan macam itu menurut Ikrar bisa berdampak serius karena bisa diterjemahkan Presiden kehilangan kendali atas angkatan bersenjatanya sendiri. Presiden sama artinya menuduh TNI telah melanggar konstitusi yang mengharuskan TNI tidak berpolitik praktis.
sumber: kompas

Selasa, 27 Januari 2009

YOGYAKARTA, SENIN - Mantan Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso mengaku tertarik untuk menggandeng Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad sebagai pasangan dalam pencalonan sebagai presiden pada pemilihan umum atau Pemilu 2009. Sutiyoso menambahkan bahwa kemenangan dalam bursa pemilihan calon presiden tidak akan mungkin diraih tanpa menggunakan kendaraan partai politik.

"Saya memang tertarik untuk menggandeng ahli ekonomi seperti Fadel Muhammad. Tetapi kepastian pasangan baru akan ditentukan setelah pengumuman hasil Pemilu legislatif 2009," ujar Sutiyoso usai diskusi bertajuk Karakter Pemimpin dan Model Kepemimpinan pada Tingkat Nasional dan Otonomi Daerah, pada temu tahunan Forum Rektor Indonesia di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Senin (4/8).

Sejauh ini Fadel mengatakan belum pernah menerima pinangan sebagai calon wakil presiden dari manapun. "Saya punya pengalaman di daerah yang mungkin akan bermanfaat di tingkat nasional. Saya sendiri memang belum bergerak dan baru akan menentukan kembali ke Jakarta setelah Oktober. Kemungkinan besar saya akan mencoba menjadi anggota DPR dulu," ujar Fadel yang juga menjabat Ketua Golkar di Gorontalo.

sumber: kompas

Taufik Kiemas Dorong Duet Mega-Buwono


YOGYAKARTA - Ketua Dewan Pertimbangan DPP PDI Perjuangan Taufik Kiemas mendorong terbentuknya duet Megawati dan Sri Sultan Hamengku Buwono X. Namun, ia mengatakan, perlu dukungan moral seluruh kader untuk terjadinya duet Mega-Buwono.

"Untuk mewujudkan duet Mega-Buwono sebagai calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Pilpres 2009 diperlukan dukungan moral dari seluruh kader PDI Perjuangan," katanya di Jogja Expo Center (JEC) Yogyakarta, Senin(26/1).
Di hadapan ribuan kader pada acara pembekalan

struktural partai dan calon legislatif (caleg) PDI Perjuangan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), ia mengatakan, hubungan Megawati dan Sultan sebagai saudara cukup baik. Apalagi, menurut dia, Ketua Umum DPP PDI Perjuangan dan Gubernur DIY itu memiliki kesamaan, yakni sama-sama orang Yogyakarta, tokoh nasional, dan reformis.

"Saya bahagia dapat mempersatukan dua orang Yogyakarta, yakni istri saya Megawati Soekarnoputri dan sahabat saya Sultan Hamengku Buwono X. Itu bukan kehendak saya, tetapi kehendak Tuhan," katanya.

Ia mengatakan, nanti malam Megawati diundang Sultan untuk makan malam bersama di Keraton Yogyakarta. Meskipun demikian, kelanjutan dari pertemuan itu hanya mereka berdua dan Tuhan yang mengetahui.

"Namun, yang perlu diketahui adalah tidak ada perubahan politik yang begitu cepat dan meluas di Indonesia sebagaimana pasangan Mega-Buwono," katanya.

Pada kesempatan itu Taufik Kiemas minta maaf kepada seluruh kader PDI Perjuangan DIY karena Megawati yang dijadwalkan hadir ternyata tidak bisa datang pada kegiatan pembekalan tersebut.

"Saya minta maaf atas ketidakhadiran Megawati karena pergi ke daerah Imogiri Bantul untuk menyapa rakyat Sultan, sedangkan Sultan datang ke acara ini untuk menyapa PDI Perjuangan," katanya.

Pada saat Taufik Kiemas masih berpidato di panggung, sejumlah kader DPC PDI Perjuangan Kulonprogo membentangkan spanduk yang cukup besar menyatakan dukungan terhadap pasangan Mega-Buwono sebagai capres dan cawapres pada Pilpres 2009.

Sementara itu, Ketua DPD PDI Perjuangan DIY Akhmad Djuwarto mengatakan, duet Mega-Buwono patut diwujudkan sebagai pasangan capres dan cawapres pada Pilpres 2009 agar nanti dapat melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.

"Pasangan Mega-Buwono sangat diharapkan dapat melakukan perubahan untuk mewujudkan bangsa yang mandiri, adil, dan sejahtera," katanya.
sumber: antara

Senin, 26 Januari 2009

Tokoh Muda dan Tua Harus Bersinergi


Jakarta – Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Wiranto mengatakan, tokoh pemimpin dari generasi yang berbeda harus bersinergi untuk dapat membawa bangsa Indonesia menuju kesejahteraan dan menghindari adanya dikotomi antara tokoh tua dan muda dalam kepemimpinan bangsa.

‘’Yang perlu diperhatikan sekarang adalah bagaimana mengubah dikotomi tersebut menjadi sebuah sinergi untuk memperkuat bangsa. Kalau kita terjebak pada dikotomi itu, maka kita rugi," kata Wiranto, di Jakarta, Rabu, ketika ditemui di sela-sela deklarasi pembentukan Komite Bangkit Indonesia, yang juga dihadiri sejumlah tokoh politik serta akademisi, di Gedung auditorium Perpustakaan Nasional.

Menurut Wiranto, kemungkinan terjadinya dikotomi antara kaum muda dan tua harus diwaspadai jangan sampai menjadi sumber perpecahan bangsa. ‘’Tokoh pemimpin muda kita butuhkan untuk menatap masa depan bangsa kita. Tetapi tatkala kita terjebak dalam dikotomi tokoh tua dan muda, maka kita melakukan kesalahan," tuturnya.

Kaum muda, katanya, sudah saatnya ditempatkan sebagai kader bangsa untuk memimpin. Kemunculan pemimpin dari kaum muda juga harus didukung. Namun, ujar Wiranto, kaum muda yang akan duduk di pemerintahan kuga harus memiliki pengalaman dan kompetensi.

‘’Silakan saja munculkan (pemimpin dari kaum muda). Tetapi dalam pemilihan pemimpin ada aturan mainnya, yaitu melalui kompetisi,’’ ujarnya.

Saat ini, katanya, Partai Hanura yang dipimpinnya telah memiliki kader-kader muda yang siap untuk memimpin. ‘’Pasti akan kita tampilkan (tokoh pemimpin muda). Kita memiliki banyak tokoh muda. Hanya saja, kita harus melihat kapasitasnya. Kita tidak boleh menampilkan tokoh muda yang rendah kapasitasnya,’’ kata Wiranto.

Sementara itu, Ketua Dewan Pertimbangan DPP PDIP, Taufik Kiemas mengatakan tokoh pemimpin muda dipersilakan maju di pemerintahan dengan syarat mampu mempersatukan bangsa Indonesia dan menegakkan demokrasi. ‘’Dan demokrasi itu melalui partai politik,’’ ujar Taufik.

Dalam kesempatan tersebut tokoh politik yang hadir di antaranya adalah adalah Taufik Kiemas, Wiranto, Amien Rais, Try Sutrisno, Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid (Yenny Wahid), Khofifah Indar Parawangsa, Pramono Anung, Fuad Bawazier, Syafi’i Ma’arif, dan Akbar Tandjung. Sedangkan para akademisi dan profesional yang hadir di antaranya adalah Yudhi Latif, Denny JA, dan Hendri Saparini.
sumber:INNChannels (ant/ferd/P1)

Minggu, 25 Januari 2009

Kaum Muda Harus Aktif di Parpol


Jakarta–Tekad kaum muda untuk tampil menjadi pemimpin pada pemilu 2009 harus disesuaikan dengan kondisi dan aturan perundang-undangan yang ada.

Keinginan menjadi pemimpin harus disertai dengan kesiapan dan keaktifan dalam partai politik tertentu. Tanpa relasi dengan partai politik, tekad akan sebatas tekad yang sulit terealisasi.
Hal itu ditegaskan pangamat politik Universitas Indonesia (UI) Maswadi Rauf di Jakarta, Senin (29/10) pagi. “Tekad boleh-boleh saja dan kita mendukung tekad itu. Tetapi kan yang menentukan nanti partai politik. Apakah kaum muda yang bertekad menjadi pemimpin 2009 itu sudah memiliki partai politik atau tidak?” kata Maswadi Rauf.
Tanpa partai politik, katanya, tak mungkin sesorang dicalonkan jadi presiden-wakil presiden, sebab sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar. Tampilnya seseorang jadi pemimpin pun tak bisa dipaksakan, tetapi melalui proses pematangan politik, apakah melalui partai politik atau organisasi sosial-politik lainnya.
“Mereka bisa mendirikan partai politik baru atau bergabung dengan partai politik yang ada sekarang, kecuali mau ikut dalam pilkada (pemilihan kepala daerah) bisa tanpa partai politik. Dalam pilkada bisa melalui calon independen, meski aturan detailnya belum jelas dan pasti diperberat,” ujar Maswadi Rauf.
Menjadi pemimpin, tambah Maswadi Rauf, tak hanya ditentukan oleh usia, meski semangat masyarakat saat ini menginginkan kaum muda. Hal yang dibutuhkan bangsa ini adalah kemampuan menyerap aspirasi masyarakat dan menjawabnya dengan program-program pembangunan yang bisa dirasakan semua pihak.

Belum Sentuh Konsep
Ratusan pemuda dari berbagai elemen, Minggu (28/10) malam, berkumpul dan mendesak supaya para tokoh tua memberikan kesempatan bagi anak muda untuk memimpin bangsa. Namun, deklarasi tersebut masih belum menyentuh konsep ideologi politik maupun ekonomi. Deklarasi lebih banyak diisi kritikan-kritikan dan kesaksian dari beberapa pihak.
Menurut Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid, pelaksanaan deklarasi itu merupakan kompromi di antara dua pemikiran yang berkembang di kalangan pemuda. Dalam beberapa forum, sebagian pihak sebenarnya menginginkan dibangunnya gerakan massa secara terkoordinasi, sedangkan sebagian lagi menginginkan supaya pemuda memunculkan tokoh pemimpin.
Keinginan untuk memunculkan pemimpin tersebut langsung ditentang oleh banyak pihak karena gerakan pemuda bisa diartikan hanya ingin merebut kekuasaan. Masyarakat padahal menginginkan republik baru yang didasarkan pada konsep strategi politik dan ekonomi yang berbeda dengan kondisi saat ini.
“Masalahnya bukan orang mudanya yang memimpin. Kalau hanya orang yang usianya muda tidak akan mengubah apa-apa, tapi yang dibutuhkan di sini adalah kepemimpinan muda dengan konsep Indonesia baru. Ini bisa terjadi kalau diikuti dengan pembentukan gerakan massa yang memiliki basis riil,” kata Usman.
Selain Usman, tokoh muda yang terlihat antara lain, Direktur Soegeng Sarjadi Sindicated Sukardi Rinakit, Fajroel Rachman, Ray Rangkuti (Direktur Lima), Chalid Muhammad (Direktur Walhi), Patra M. Zein (Direktur YLBHI), Faizal Basri (ekonom), Benny Susetyo, Sandiawan (masing-masing agamawan) dan Budiman Soejatmiko (politisi muda PDIP).
Menurut Usman, sampai saat ini belum ada platform yang jelas dari gerakan ini. Meski demikian, gerakan ini tetap akan dilanjutkan pada tahun 2008 mendatang dalam bentuk kongres pemuda seluruh Indonesia.
Sementara itu, Faizal Basri menyatakan tokoh tua saat ini telah gagal untuk membawa perubahan bagi Indonesia pascareformasi. Keberadaan para tokoh itu pun sebenarnya lebih untuk melindungi kepentingan maupun masalah mereka di masa lalu. “Tokoh muda sepakat bahwa sistem politik adalah demokrasi sosialis, sedangkan ekonomi adalah pasar sosial,” ujar Faizal.
Chalid menambahkan kebijakan tokoh tua telah membuat rakyat Indonesia menjadi kuli bagi bangsa lain. Ini terbukti banyak kekayaan alam di Indonesia yang dieksploitasi secara besar-besarkan oleh modal asing. Penduduk setempat hanya mendapatkan limbah industri dan kerusakan lingkungan yang mengganggu sosial ekonomi mereka.
sumber: sinar harapan .n