Sabtu, 24 Januari 2009

Indonesia Bangkit, Deklarasi Modus Lama

Bukan ingin latah dengan kontes calon artis berbakat, yang marak digelar beberapa waktu belakangan. Ruang serba guna Gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Rabu pekan lalu, disulap bak "kontes ajang pemilihan calon artis berbakat".Jakarta, Koran Radar
Hanya saja, kali ini bukan calon artis yang berjejer di atas pangung. Melainkan belasan tokoh nasional. Tampak mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, mantan Ketua MPR Amien Rais, mantan Ketua DPR Akbar Tandjung, mantan Panglima TNI Wiranto, mantan Ketua Muhammadiyah Syafii Maarif, dan politikus PDIP Taufiq Kiemas.

Rizal Ramli, si penggagas deklarasi, terlihat sumringah. Tidak henti-hentinya ekonom yang meraih gelar doktor di bidang ekonomi dari Boston University, Amerika Serikat, ini menebarkan senyum kepada 100 lebih undangan yang hadir. Rizal bukan hanya berhasil menghadirkan tokoh-tokoh nasional generasi tua. Ia mampu pula menghadirkan tokoh-tokoh muda, seperti Khofifah Indar Parawansa, Yudi Latif, Drajad Wibowo, Rico Marbun, dan Yenny Wahid.

Usai acara seremonial pembukaan, si pemilik "hajatan" menyampaikan pidato bertajuk "Jalan Baru Kebangkitan Indonesia". Berulang kali kata kebangkitan muncul dalam pidato setebal sembilan halaman itu. Bisa dimaklumi, karena ini adalah acara deklarasi Komite Indonesia Bangkit. "Penyebab utama mengapa Indonesia tidak pernah bangkit, walaupun telah memiliki kemerdekaan dan kebebasan politik, adalah karakter feodal para pemimpin," ujar Menko Ekuin di masa Presiden KH Abdurrahman Wahid itu ketika menyampaikan pidato.

Kepada Gatra, Rizal mengungkapkan bahwa Komite Indonesia Bangkit lahir dari rasa prihatin. Rizal menilai kondisi bangsa Indonesia masih terpuruk. Padahal, semangat kebangkitan nasional dicetuskan sejak tahun 1908 atau hampir 100 tahun lalu. Bahkan secara politik Indonesia sudah merdeka, ditandai dengan proklamasi pada 17 Agustus 1945. "Kita sudah lama mendapatkan freedom, tapi kok mayoritas rakyat Indonesia belum bangkit dan sejahtera. Ini pasti ada yang salah," kata Rizal.

Lewat komite, lanjut Rizal, ia mencoba menawarkan solusi agar Indonesia bisa bangkit. Caranya, orang Indonesia mesti berubah. Orang Indonesia harus mencari jalan baru. "Komite ingin memperjuangkan jalan baru, jalan yang anti-neokolonialisme, jalan yang lebih mandiri, yang akan membawa kemakmuran untuk mayoritas rakyat Indonesia," ujar Rizal dengan nada penuh retorika.

Untuk mewujudkan gagasannya, Rizal menggandeng sejumlah tokoh nasional, mulai generasi tua hingga generasi muda. Meski awalnya sejumlah rekan Rizal merasa ragu, toh akhirnya mereka dapat diyakinkan. Beberapa tokoh nasional yang dihubungi menyatakan kesediaannya bergabung dalam komite. "Mungkin karena saya punya hubungan lama dengan para tokoh itu. Bisa juga karena apa yang dilakukan adalah sebuah niatan baik," papar Rizal.

Yudi Latif adalah salah satu generasi muda yang digandeng. "Saya berharap, komite bisa menjadi alternatif atas kemacetan visioner yang melanda partai politik mainstream pada saat ini." kata Yudi, mengungkap alasan keterlibatannya dalam komite. "Pada saat ini, secara ekonomi tidak ada perubahan. Karena itu, saya mendukung komite untuk melakukan perubahan," kata Fuad Bawazier, yang juga ikut hadir dalam deklarasi.

Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat, Syarief Hasan, menyangkal argumen yang menyebut negara dalam kondisi terpuruk dan tidak ada perubahan. Di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Syarief menambahkan, telah terjadi sejumlah perbaikan. "Angka kemiskinan menurun. Peluang kerja bertambah. Indonesia bebas dari utang IMF. Ini indikator bahwa Indonesia telah berubah dan bangkit," kata Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR itu.

Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit, menilai deklarasi komite adalah modus lama, yang muncul pada setiap peringatan hari besar nasional. Deklarasi komite tidak lebih dari gerakan moral. Kalaupun kepengurusannya dibentuk, tidak akan ada hasil kongkret. "Saya yakin, deklarasi ini tidak akan berumur panjang, hanya dalam hitungan minggu. Paling lama hitungan bulan," ujarnya. Arbi memprediksi, menjelang Pemilu 2009, akan banyak bermunculan deklarasi serupa. "Hanya saja, tema yang diusung bisa berbeda-beda, tergantung tokoh penggagasnya," ucap Arbi.

sumber: Gatra

Jumat, 23 Januari 2009

Mega Tantang Tokoh Muda Dalam Pilpres 2009



Jakarta - Wacana pemimpin muda yang didorong PKS mendapat tantangan dari ketua umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri. Megawati menantang mereka untuk bertarung dalam Pilpres 2009.

"Mana yang muda-muda? Sini! jangan hanya ditokoh-tokohkan. Kamu populer nggak di mata rakyat," kata Mega dalam sambutan pembukaan kaderisasi nasional kader muda PDIP di Kantor DPP PDIP, Jl Lenteng Agung, Jakarta, Selasa (22/7/2008).

Menurut Mega, seharusnya pihak yang mengaku tokoh muda menginstropeksi dirinya kenapa pilihan rakyat pada tokoh-tokoh lama. Sikap instropeksi itu sangat penting untuk melatih kedewasaan dalam berpolitik.

"Kalau sekarang itu-itu saja yang muncul kenapa, itu harus dicari tahu," tantang Mega.

Sebelumnya Presiden PKS Tifatul Sembiring meminta para tokoh senior untuk tidak lagi mencalonkan diri dalam Pilpres 2009.

Hasil Pemilu 2009 Harus Berpihak pada Pemenuhan Hak Perempuan


Jakarta - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan akan menggalang aksi 16 hari kampanye antidiskriminasi hak perempuan. Kampanye ini diharapkan dapat menekan jumlah pelanggaran hak kaum perempuan.

Wakil Ketua Eksternal Komnas Perempuan Sylvana Apituley mengatakan, kampanye ini akan dimulai 25 November, bertepatan dengan Hari Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan Sedunia, dan berakhir pada Hari HAM Internasional 10 Desember.

Kampanye dilakukan karena saat ini jumlah kekerasan dan pelanggaran HAM terhadap perempuan masih tinggi. "Menurut catatan tahunan Komnas Perempuan tahun 2008, kekerasan terhadap perempuan mencapai 25.522 kasus," kata Sylvia di kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Senin (24/11).

Pemilihan Umum 2009 harus dimanfaatkan sebagai momentum mendesak komitmen elite politik untuk berperan dalam menjamin pemenuhan hak perempuan. Apalagi belajar dari data Pemilu 1999 dan 2004, perempuan adalah mayoritas penduduk Indonesia (51%). "Perempuan harus membangun kontrak politik dengan para calon wakil rakyat yang berpihak pada HAM perempuan," katanya.

Wakil Ketua Internal Komnas Perempuan Ninik Rahayu mengatakan, saat ini masih banyak peraturan yang diskriminatif dan tidak berpihak pada perempuan. Setidaknya terdapat 28 aturan tingkat nasional dan daerah yang diskriminatif. "Seluruh kebijakan ini adalah bagian dari sejumlah kebijakan yang menggunakan agama dan moralitas sebagai landasannya serta mencerminkan politisasi identitas dan politik pencitraan oleh elit politik."

Salah satu contoh masih terabaikannya hak perempuan atas kebenaran dan keadilan adalah belum ada pengakuan negara terhadap perempuan korban kekerasan seksual dalam konflik politik dan bersenjata. "Ini momentum yang tidak bisa ditinggalkan dan harus dimanfaatkan. Perempuan punya potensi untuk menentukan pilihan. Dengan demikian, mereka tidak bisa lagi diabaikan," kata Ninik.

Dalam kampenye 16 hari melawan ketidakadilan terhadap perempuan, Komnas Perempuan merangkum serangkaian peringatan di antaranya Hari Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan Sedunia (25 November), Hari AIDS Sedunia (1 Desember), Hari Penghapusan Perbudakan Internasional (2 Desember), Hari Penyandang Cacat Sedunia (3 Desember), Hari Internasional bagi Sukarelawan (5 Desember), Hari Tidak Ada Toleransi bagi Kekerasan terhadap Perempuan (6 Desember), dan Hari HAM Internasional (10 Desember).
sumber:VHRmedia, (E1)

melawan ketidakadilan terhadap perempuan

Jakarta - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan akan menggalang aksi 16 hari kampanye antidiskriminasi hak perempuan. Kampanye ini diharapkan dapat menekan jumlah pelanggaran hak kaum perempuan.

Wakil Ketua Eksternal Komnas Perempuan Sylvana Apituley mengatakan, kampanye ini akan dimulai 25 November, bertepatan dengan Hari Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan Sedunia, dan berakhir pada Hari HAM Internasional 10 Desember.

Kampanye dilakukan karena saat ini jumlah kekerasan dan pelanggaran HAM terhadap perempuan masih tinggi. "Menurut catatan tahunan Komnas Perempuan tahun 2008, kekerasan terhadap perempuan mencapai 25.522 kasus," kata Sylvia di kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Senin (24/11).

Pemilihan Umum 2009 harus dimanfaatkan sebagai momentum mendesak komitmen elite politik untuk berperan dalam menjamin pemenuhan hak perempuan. Apalagi belajar dari data Pemilu 1999 dan 2004, perempuan adalah mayoritas penduduk Indonesia (51%). "Perempuan harus membangun kontrak politik dengan para calon wakil rakyat yang berpihak pada HAM perempuan," katanya.

Wakil Ketua Internal Komnas Perempuan Ninik Rahayu mengatakan, saat ini masih banyak peraturan yang diskriminatif dan tidak berpihak pada perempuan. Setidaknya terdapat 28 aturan tingkat nasional dan daerah yang diskriminatif. "Seluruh kebijakan ini adalah bagian dari sejumlah kebijakan yang menggunakan agama dan moralitas sebagai landasannya serta mencerminkan politisasi identitas dan politik pencitraan oleh elit politik."

Salah satu contoh masih terabaikannya hak perempuan atas kebenaran dan keadilan adalah belum ada pengakuan negara terhadap perempuan korban kekerasan seksual dalam konflik politik dan bersenjata. "Ini momentum yang tidak bisa ditinggalkan dan harus dimanfaatkan. Perempuan punya potensi untuk menentukan pilihan. Dengan demikian, mereka tidak bisa lagi diabaikan," kata Ninik.

Dalam kampenye 16 hari melawan ketidakadilan terhadap perempuan, Komnas Perempuan merangkum serangkaian peringatan di antaranya Hari Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan Sedunia (25 November), Hari AIDS Sedunia (1 Desember), Hari Penghapusan Perbudakan Internasional (2 Desember), Hari Penyandang Cacat Sedunia (3 Desember), Hari Internasional bagi Sukarelawan (5 Desember), Hari Tidak Ada Toleransi bagi Kekerasan terhadap Perempuan (6 Desember), dan Hari HAM Internasional (10 Desember).
sumber: VHRmedia (E1)

PKS: Tokoh Muda Bisa Jadi 'Kuda Hitam' Pilpres 2009


Ketua Departemen Politik, Pertahanan, dan Keamanan (Polhankam) DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Al Muzzammil Yusuf memprediksikan, kehadiran tokoh muda bisa menjadi "kuda hitam" pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2009.

"Mereka (tokoh muda) paling tidak akan diuntungkan karena usia muda yang kontras dengan calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) lainnya, seperti yang sudah terbukti pada pemilihan gubernur Jawa Barat. Apalagi jika ditambah, anggota kabinetnya juga dari kalangan muda," katanya di Jakarta, Jumat.

Anggota Komisi I DPR RI itu menambahkan, kehadiran para kalangan muda juga diuntungkan oleh isu kebangkitan nasional yang identik dengan kebangkitan para tokoh muda.

Apalagi, jika Barrack Obama menang di pemilihan presiden Amerika Serikat (AS), November 2008 akan mempengaruhi situasi dan kondisi politik dunia, termasuk di Indonesia.

"Munculnya tokoh muda di panggung politik Tanah Air juga diuntungkan jika pemerintah sekarang terus melemah dalam menangani isu kemiskinan dan dampak signifikan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), yang pada gilirannya mengakibatkan harga kebutuhan pokok naik," katanya.

Muzzammil yang juga anggota Panitia Khusus (Pansus) RUU Pilpres berpendapat, mayoritas masyarakat bawah yang hidupnya sangat susah tentu akan berharap hadirnya pemimpin yang berenergi muda dan pantang menyerah, yang diharapkan bisa mengubah situasi dengan cepat.

Meski demikian, Muzzammil mengingatkan adanya beberapa tantangan bagi tokoh muda untuk maju, seperti persoalan popularitas, kapasitas dan moralitas para Capres dan Cawapres muda yang sangat menentukan penerimaan publik terhadap mereka.

Selain itu, kesempatan untuk bisa dicalonkan oleh partai politik cukup berat karena syarat dukungan Capres/Cawapres pada Pilpres 2009 lebih berat dibanding sebelumnya sehingga membutuhkan koalisi beberapa partai.

"Tetapi peluang dicalonkannya tokoh muda bisa diimbangi jika munculnya kombinasi Capres dari kalangan `tua` dengan Cawapres muda usia serta termasuk juga kombinasi anggota kabinet dari kalangan muda sehingga suara anak muda akan lebih tersebar," katanya.
sumber: kapanlagi (kpl/rit)

Belum Ada Tokoh Muda yang Mampu Bersaing Pada Pilpres 2009

Jakarta-Hasil survei Reform Institute tentang “Pandangan Masyarakat Mengenai Kepemimpinan Kepemimpinan Muda dan Artis/Grup Musik” menunjukkan bahwa saat ini belum ada tokoh muda populer yang mampu menyaingi tokoh berusia di atas 50 tahun dalam pemilihan presiden 2009.
Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi Latief dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa, mengatakan, dari nama-nama kalangan muda di bawah 50 tahun, tidak ada satu pun yang masuk dalam daftar calon presiden yang menjadi pilihan responden.
Survei Reform Institute tersebut dilakukan pada November-Desember 2008 dengan jumlah sampel sebanyak 2.500 responden di 33 provinsi, dengan tingkat kesalahan (margin of error) plus minus 1,96 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Dalam survei tersebut, terungkap bahwa aspirasi responden akan pentingnya tampil pemimpin baru cukup besar, yakni 65,7 persen dan yang tidak menginginkan hanya 32,32 persen.
“Akan tetapi ketika kami menanyakan, ‘Siapa presiden yang akan dipilih apabila pemilihan presiden dilaksanakan hari ini?’, jawabannya tetap didominasi tokoh yang berusia 50 tahun ke atas,” kata Yudi.
Hasil survei menunjukkan Susilo Bambang Yudhoyono dipilih 42,18 persen responden, diikuti Megawati Soekarnoputri dengan 16,67 persen dan Sri Sultan Hamengku Buwono X dengan 10,48 persen.
Survei itu juga memperlihatkan bahwa responden menginginkan calon presiden dan wakil presiden pada 2009 berasal dari gabungan antara generasi tua dan muda (68,88 persen).
Sebanyak 17,79 persen responden menginginkan pasangan calon presiden-wapres berasal dari kalangan tua dan hanya 12,31 persen yang menginginkan pasangan capres cawapres berasal dari generasi muda.
Tokoh muda
Sementara itu, ketika ditanya tentang tokoh generasi muda yang paling cocok menduduki posisi presiden atau wakil presiden, di luar yang sekarang sedang melakukan kontestasi, sebanyak 21,75 persen responden memilih Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (Menegpora) Adhyaksa Dault.
Sedangkan tokoh muda lainnya, popularitasnya berada di bawah Adhyaksa Dault, yakni Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir (18,61 persen), Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (7,02), Sekjen PDIP Pramono Anung (5,37), politisi Golkar Marwah Daud Ibrahim (5,37), Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum (4,83 persen).
Selanjutnya, Presiden PKS Tifatul Sembiring (3,71 persen), Wakil Ketua DPD Irman Gusman (3,14), Ketua Umum PBB MS Kaban (2,89), Ketua Umum PBR Bursah Zarnubi (2,02), Ketua Umum PPP Suryadharma Ali (1,11), nama lainnya (5,74 persen), serta tidak menjawab sebanyak 18,45 persen responden.
Sumber: Sinar indonesia baru (Ant)

Kaderisasi Lemah, Peluang Tokoh Muda dalam Pilpres 2009 Minim

Lembaga penelitian independen The Indonesian Institute menyatakan bahwa sampai saat ini belum ada tokoh muda yang memiliki peluang memenangkan Pilpres 2009, meski sebenarnya banyak dari kalangan ini yang mempunyai kemampuan dan kapasitas sebagai pemimpin nasional.

Menurut Direktur Eksekutif The Indonesian Institute Jeffrie Geovanie, minimnya peluang tokoh muda menjadi pemimpin nasional hingga saat ini, utamanya disebabkan oleh lemahnya sistem perekrutan dan kaderisasi pimpinan di partai politik.

Dihubungi pada Rabu di Jakarta, Jeffrie memperkirakan yang akan tampil sebagai calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2009 masih berasal dari tokoh senior nasional.

Perkiraan anggota Dewan Penasehat CSIS itu relevan dengan hasil survei berbagai lembaga riset yang menyebut sejumlah tokoh senior nasional yang berpeluang memenangkan Pilpres 2009 di antaranya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan mantan Presiden Megawati Soekarnoputri.

Menurut Jeffrie, pimpinan yang berasal dari tokoh senior ataupun tokoh muda tidak perlu dipertentangkan, namun kaderisasi pimpinan melalui partai politik semestinya diperbaiki agar tokoh-tokoh muda yang lebih enerjik juga berpeluang.

Berkaitan itu, ia meminta kaum muda untuk memahami bahwa kekuasaan atau kepemimpinan itu bisa diperoleh jika direbut, dan bukan diminta- minta atau mengharapkan "pemberian".

Namun ia mengingatkan bahwa kepemimpinan itu bisa direbut dengan adanya kesediaan menjalani karir melalui partai politik.

"Kalau mau tampil sebagai pimpinan, ya harus melalui partai politik. Tidak perlu alergi dengan parpol karena partai politik adalah pintu untuk tampil ke berbagai jabatan publik," katanya.

Namun, katanya, sistem rekruitmen dan kaderisasi partai politik yang harus diperbaiki lebih dulu.

Sehubungan itu, perlu dibangun aliansi strategis oleh sesama kelompok muda untuk bahu- membahu mendapatkan kepemimpinan partai politik.

"Setelah tokoh- tokoh muda tampil sebagai pimpinan partai- partai politik, barulah terbuka jalan untuk tampil sebagai pimpinan nasional melalui proses politik yang demokratis," katanya.

Dalam kesempatan terpisah, Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Soetrisno Bachir juga mengingatkan kalangan generasi muda agar tidak alergi dengan parpol, dan tokoh tua yang diuntungkan jika para pemuda anti terhadap parpol.

"Bagaimanapun konsensus nasional dan konstitusi telah menegaskan bahwa satu-satunya jalur masuk ke posisi jabatan publik hanya melalui parpol," katanya.

Namun Bachir mengkritik keberadaan kaum muda yang kerap kali berubah watak idealismenya setelah mereka ikut menikmati kekuasaan.

"Persoalannya adalah adanya perubahan watak para pemuda yang dulunya vokal, kritis dan punya komitmen tinggi menjadi melempem setelah masuk parpol dan duduk di legislatif," kata Bachir seraya menambahkan mereka itu justru larut setelah dihadapkan pada uang, kekuasaan atau perempuan.

Pada bagian lain, Soetrisno Bachir juga memprihatinkan keberadaan kaum muda yang hanya sebagian kecil saja yang peduli dengan nasib bangsa, sementara sebagian besar lainnya masih terlena dengan sinetron atau lebih suka "nongkrong" di mall-mall.(*)
sumber: Antara

Kamis, 22 Januari 2009

Rakyat Butuh Pemimpin Alternatif

JAKARTA Masyarakat menghendaki pemimpin alternatif yang segar, punya visi ke depan, mengabdi untuk kepentingan rakyat dan tak terikat pada kepentingan partai atau golongan serta mampu membuktikan janji menjadi kenyataan. Kemunculan pemimpin alternatif ini tak mudah dan sangat bergantung pada rakyat sendiri.

Demikian rangkuman pendapat pengamat politik dan kader partai politik (parpol) sehubungan tanda tanya apakah munculnya banyak parpol baru diikuti oleh sosok pemimpin alternatif.

Koordinator Penelitian dan Advokasi Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Tommy Legowo, Selasa (15/7), mengatakan, sejumlah partai baru kemungkinan akan mengusung calon pemimpin alternatif, namun kehadirannya akan menemui banyak kendala baik dari sisi biaya maupun kesinambungan proses sosialisasi.

Kunci munculnya sosok alternatif, kata Tommy, ada pada masyarakat melalui pemilu. Sebelum pemilu masyarakat akan menyeleksi pemimpin melalui nominasi calon yang diusung parpol.

Sementara itu, menurut pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies, Indra J Piliang, saat ini sulit untuk menyebut siapa pemimpin alternatif. Selain membutuhkan biaya mahal dan rumitnya sosialisasi hingga ke pelosok daerah, popularitas juga memiliki peran penting untuk itu.

Bosan

Sementara itu, parpol pun mencium gelagat bahwa rakyat sudah bosan dengan sosok pemimpin yang hanya mengumbar janji. Sekjen Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) Idham Cholied saat dihubungi SP, Selasa (15/7) menegaskan, pemimpin alternatif mutlak dimunculkan untuk menjawab tantangan dan kebutuhan masyarakat dan krisis bangsa saat ini. PKNU kini tengah menggodok calon presiden yang akan mereka usung.

Agenda besar PKNUadalah menghadirkan pemimpin alternatif dengan harapan membawa semangat baru. Sebagai partai yang berbasis agama maka pemimpin yang akan ditawarkan adalah pemimpin yang memiliki visi, semangat dan komitmen relegiusitas.

Sedangkan menurut Sekjen DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), A Muzani, Gerindra melihat hasil survei yang menyebutkan lebih dari 70 persen masyarakat menginginkan adanya pemimpin alternatif dan adanya perubahan kepemimpinan.

Menurut Muzani, pada pilpres mendatang Gerindra akan mengusung tema haluan baru, pemimpin baru untuk Indonesia, mengingat haluan yang sekarang ada dinilai banyak menyimpang.

Meski masyarakat menginginkan pemimpin alternatif namun sosok lama masih punya kesempatan. Menurut Indra J Piliang, sosok lama memang punya catatan sejarah namun mereka masih punya peluang asalkan menggunakan pendekatan dan platformyang baru dan segar.
SUMBER : KORAN INDONESIA

Senin, 19 Januari 2009

Peluang Para Capres Alternatif

Oleh; Lili Romli, Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI Direktur Desk Pilkada dan Pemilu Puskapol UI

Beberapa kalangan mendorong gagasan perlunya mengusung calon presiden (capres) alternatif, selain yang sudah ada.Yang dimaksud dengan capres yang ada yaitu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Megawati Soekarnoputri.

Kita tahu, sebagai incumbent, dapat dipastikan SBY akan maju kembali bertarung dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009. Sedangkan Megawati dan partainya (PDIP) jauh-jauh hari sudah mendeklarasikan akan bertarung kembali melawan SBY. Selain dua kandidat tersebut, diharapkan pada Pilres 2009 nanti ada calon alternatif.

Dalam bahasa Soetrisno Bachir,jangan sampai pada Pilpres 2009 nanti terjadi 4 L (lu lagi, lu lagi), tetapi ada wajah-wajah baru yang dapat memberikan ”angin segar” bagi proses pencalonan presiden. Bahasa kerennya, perlu ada ”perubahan”. Persoalan kemudian, bagaimana peluang capres alternatif tersebut. Paling tidak ada dua tantangan utama munculnya capres alternatif.

Tantangan awal yang segera menjerat munculnya capres alternatif adalah isi Undang-Undang Pilpres yang mensyaratkan pengajuan calon dengan persyaratan yang tinggi. Dalam undang-undang yang baru saja disahkan oleh DPR itu tertulis bahwa syarat partai politik dapat mengajukan calon presiden apabila memperoleh sebanyak 20% perolehan kursi di DPR atau 25% raihan suara (secara nasional) dalam pemilu legislatif.

Adanya syarat yang tinggi dalam pengajuan capres tersebut akan berakibat paling tidak tiga hal yang saling berkaitan. Pertama, proses pencalonan capres menjadi ”hak eksklusif” partai-partai besar. Dominasi partaipartai besar dalam proses pencalonan akan terjadi. Dampak dari dominasi itu, partai-partai sedang dan kecil akan ikut ”apa kata” partai-partai besar.

Kedua, di tengah-tengah persaingan ketat dengan 38 kontestan Pemilu ditambah adanya aturan parliamentary threshold (PT) 2,5%, peluang partai-partai sedang dan kecil untuk melenggang ke Senayan cukup berat. Jangankan untuk mencapai 25% suara sehingga mereka dapat mencalon presiden, untuk lolos PT 2,5% saja saya kira mereka akan ”setengah mati”menggapainya.

Dengan kondisi seperti itu, peluang partai-partai sedang dan kecil untuk mencalonkan presiden relatif kecil— untuk tidak mengatakan tertutup. Dampak pertama dan kedua tersebut akan melahirkan dampak yang ketiga, yaitu persyaratan yang tinggi akan mempersulit munculnya capres baru sebagai alternatif dari capres yang ada selama ini. Seperti dikemukakan di atas, kemungkinan pasangan capres yang ada sekitar dua pasang atau tiga pasang. Ini berbeda dengan Pilpres 2004.

Kita tahu, pada Pilres 2004 ada lima pasang capres dan wakilnya, yaitu Wiranto-Salahuddin Wahid, Megawati Sokarnoputri-Hasyim Muzadi, Amien Rais-Siswono Yudohusodo, Susilo Bambang Yudhoyono–M Jusuf Kalla, dan Hamzah Haz-Agum Gumelar.

Salah satu faktor banyaknya capres tersebut karena persyaratan pengajuan calon rendah, yaitu sekurang-kurangnya 3% dari jumlah kursi DPR atau 5% dari perolehan suara sah secara nasional hasil Pemilu (legislatif) 2004 dapat mengusulkan pasangan calon presiden. Tantangan kedua,mampukah para capres alternatif mengalahkan SBY atau Megawati? Sebab, berdasarkan beberapa survei, tingkat popularitas dan electabilitydua kandidat tersebut relatif tinggi dibandingkan kandidatkandidat lain yang ingin maju.

Hasil jajak pendapat Lembaga Survei Indonesia (LSI) baru-baru ini, misalnya, Yudoyono akan dipilih oleh 32% calon pemilih, disusul oleh Megawati sebesar 25%. Calon lainnya relatif kecil,Wiranto dipilih oleh 6% calon pemilih, Prabowo (5%), Sultan (3%), dan lain-lain di bawah 3%.

Survei yang dilakukan IRDI juga menempatkan SBY dipilih oleh 33% dan Megawati 17,9,sedangkanWiranto 5%,Prabowo 4,7% dan yang lainnya di bawah 3%. Bila mengacu pada hasil survei tersebut, dapat dikatakan bahwa peluang capres alternatif vis a visSBY dan Megawati,relatif kecil dan cukup berat untuk dapat keluar sebagai pemenang. Dengan kondisi seperti itu, masih adakah peluang capres alternatif untuk menang?

*** Dalam demokrasi dengan pemilihan langsung tidak ada yang tidak mungkin, semuanya serbamungkin. Perlu diketahui bahwa hasil survei bukanlah untuk memprediksi, apalagi menentukan, tentang siapa yang akan menjadi pemenang dalam pemilihan.

Hasil survei merupakan gambaran tentang perilaku pemilih, utamanya preferensi pemilih terhadap kandidat. Dalam pemilihan langsung, perlu diketahui bahwa selain ada yang jauhjauh hari sudah menentukan pilihan, juga ada pemilih yang menentukan pilihan pada detik-detik terakhir (undecided voters). Pemilih jenis terakhir ini kerap akan berperan menentukan kemenangan kandidat.

Di antara faktor yang menentukan bagi jenis pemilih ini adalah apa yang dinamakan Efek Bandwagon. Dengan efek ini maka pemilih yang ragu pada menit-menit terakhir akan memilih kandidat yang diprediksi akan menang. Apabila calon-calon alternatif lebih bisa diterima oleh pemilih dan menjanjikan serta akan membawa perubahan dibanding kondisi sekarang seperti kondisi kemiskinan, pengangguran,tingginya harga-harga kebutuhan pokok, kesehatan, pendidikan, dan pemberantasan korupsi, maka bisa jadi capres alternatif tersebut akan menjadi kuda hitam.

Seperti dikemukakan di atas, dalam pemilihan langsung tidak ada yang pasti, tidak ada yang tidak mungkin. Semuanya masih bisa berubah dan penuh kejutan. Kini kita tinggal menunggu, apakah partai-partai politik nanti mengajukan kandidat figur alternatif atau stok lama dalam kemasan baru? Wallahu’alam.
sumber:http://gp-ansor.org/opini/peluang-para-capres-alternatif.html

Enam Tokoh Ikut Konvensi Capres Alternatif

Sri Sultan Hamengku Buwono X, Rizal Ramli, Yuddi Chrisnandi, Marwah Daud Ibrahim, Bambang Sulistomo dan Fadel Muhammad menyatakan kesediaan mereka untuk mengikuti konvensi calon presiden (Capres) alternatif yang diselenggarakan oleh Dewan Integritas Bangsa (DIB) di 12 kota.

“Sebenarnya kami undang sekitar 11 hingga 12 orang seperti Wiranto, Fadjroel Rahman, dan Ryamizard Ryacudu,” kata Ketua DIB Salahuddin Wahid (Gus Sholah), di Jakarta, Kamis.

Diantara enam tokoh yang sudah menyatakan kesediaannya untuk mengikuti konvensi calon presiden alternatif itu, Fadel Muhammad adalah satu-satunya yang belum mendeklarasikan diri sebagai capres.

Mengenai kemungkinan jika ada capres lain yang ingin mengikuti konvensi akan diterima, Gus Sholah yang juga pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur itu, mengatakan, hal itu akan dibicarakan lagi dengan anggota DIB yang lainnya.

Gus Sholah, mengatakan, jika memang waktu calon tidak memungkinkan maka dia bisa hanya mengikuti beberapa konvensi saja. Namun, katanya, itu akan merugikan dirinya sendiri karena tidak bisa menyampaikan visinya.

Menjawab pertanyaan mengapa Susilo Bambang Yudhoyono tidak diundang dalam konvensi, Gus Sholah mengatakan bahwa konvensi tersebut hanya disediakan untuk calon alternatif.

Menurut rencana konvensi akan diadakan pada 19 Januari hingga 7 Maret 2009 di Yogyakarta, Padang, Surabaya, Denpasar, Medan, Banjarmasin, Makassar, Gorontalo, Ambon, Jayapura, Bandung dan Jakarta. Sebelumnya nama Gorontalo tidak masuk dalam daftar namun setelah Fadel mempertanyakan hal tersebut nama kota tersebut akhirnya dimasukkan.

Ditanya mengenai Fadel Muhammad yang menyatakan belum mendeklarasikan diri namun menyatakan ikut konvensi, Gus Sholah mengatakan, dengan menyatakan diri sebagai peserta maka dia akan menjadi capres.

Sementara itu mengenai partai-partai yang mendukung konvensi itu, Gus Sholah mengatakan, antara lain Partai Buruh, Partai Nasional Benteng Kerakyatan (PNBK), Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) dan Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI).

Dengan konvensi tersebut diharapkan pemilih telah menyerap sejauh mungkin hasil konvensi sebelum memberikan suara.

Dalam DIB ada Tim 45 yang tugasnya antara lain memverifikasi/menyeleksi capres dan cawapres melalui mekanisme konvensi, serta menyusun menteri kabinet bahkan sampai caleg, DPR/DPRD bagi parpol yang menjadi mitra DIB.

Sebelumnya, Sultan menyatakan agak sulit mengikuti konvensi karena waktunya yang ketat yakni 20 Desember 2008 hingga 31 Januari 2009 karena ia sudah mempunyai jadwal untuk bertemu dengan rakyat hingga 15 Januari 2009. Namun kemudian waktunya diubah menjadi 19 Januari hingga 7 Maret 2009, dan minta oleh Wakil Ketua DIB Nathan Setiabudi, Sultan akhirnya bersedia.

Sementara itu mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrachman Ruki menyatakan tidak bersedia menjadi capres karena tugasnya sangat berat.

Lain halnya dengan Ketua Lembaga Kajian Sosial, Politik dan Ketahanan Nasional Bambang Sulistomo, yang juga anak pahlawan Bung Tomo. Ia menyatakan mundur sebagai anggota DIB dan menyatakan menjadi capres serta akan mengikuti konvensi tersebut.

Sementara Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad menyatakan bahwa ia belum pernah mendeklarasikan menjadi capres namun ia akan mengikuti konvensi tersebut.

Ia akan memanfaatkan konvensi tersebut untuk mengenalkan bukunya yang baru, serta menyampaikan sumbangan pikiran mengenai model pemerintahan daerah yang termuat dalam buku tersebut. Ia juga ikut konvensi agar ada dinamika politik serta ingin agar golput berkurang.

Sementara itu Yuddi Chrisnandi, Rizal Ramli dan Marwah Daud Ibrahim langsung menyatakan kesediaannya.

DIB dideklarasikan oleh Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), Pemuda Muhamaddiyah Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia, Pusat Pemuda Katolik, Generasi Muda Buddhis Indonesia, Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia, Generasi Muda Khonghucu, dan Komunitas Anti Korupsi.

sumber:http://www.antarasumut.com/nasional/politik-nasional/enam-tokoh-ikut-konvensi-capres-alternatif/

PKB Motori Capres Alternatif

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menjajaki kemungkinan mengajukan calon presiden (Capres) alternatif, selain dua figur yang saat ini cukup dominan, yakni Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri.

"PKB membuka ruang yang luas untuk calon alternatif selain Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati," kata Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar di sela-sela Simposium Nasional dan Mukernas PKB di Jakarta, Selasa (11/11).

Menurut Muhaimin, jika berhasil meraih suara minimal 20% dari total suara nasional pada Pemilu 2009, maka PKB akan menjadi motor untuk memunculkan Capres alternatif.

Namun, PKB juga bersikap realistis dengan siap berkolaborasi bersama partai-partai lain jika perolehan suaranya tidak memungkinkan untuk mengusung calon sendiri.

Hanya saja, kata Muhaimin, jika yang terjadi adalah koalisi, maka soal Capres yang akan diusung tentunya tergantung juga pada partai lain yang menjadi anggota koalisi.

Terkait kemungkinan koalisi, Muhaimin mengatakan, pihaknya saat ini berupaya mengintensifkan komunikasi dengan Parpol lain. Pada pekan terakhir November tahun ini, pihaknya akan bertemu dengan sejumlah ketua umum Parpol.

"Kita sudah membuat agenda pertemuan dengan Partai Demokrat, PKS, PAN, dan PDI Perjuangan," kata Muhaimin yang didampingi Sekjen PKB Lukman Edy.

Dalam pertemuan itu, kata Muhaimin, PKB tetap akan menawarkan kemungkinan pengajuan Capres alternatif.

"Apakah (Capres alternatif) ini akan muncul atau tidak, tergantung pada Parpol yang lain," katanya.

sumber:http://www.kapanlagi.com/h/0000260885.html

Sri Sultan Capres Alternatif 2009

25 Maret 2008

Raja Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubowono dijagokan sebagai calon presiden alternatif pada pemilu presiden 2009, dalam survey yang diadakan Lembaga Survey Nasional (LSN).

Dalam polling yang dilakukan sejak Januari-Februari 2008 pada 33 provinsi menyebutkan 14,7% menjagokan Sri Sultan sebagai Capres.

“Publik tidak lagi menaruh harapan kepada SBY-JK dan tokoh-tokoh senior lain,” kata Direktur LSN, Umar S Bakry dalam jumpa persnya di Hotel Sofyan Cikini, Selasa (25/3/2008).

Umar mengungkapkan, kinerja SBY-JK dalam berbagai bidang mendapatkan raport merah semua. “Keinginan masyarakat mengkerucut pada 6 kriteria capres alternatif,” jelasnya.

Pertama figur yang tegas, kedua populis atau dekat dengan rakyat, ketiga, sederajat atau lulusan S1, keempat figur dari kalangan militer-sipil, kelima umur 40-50 tahun, dan keenam presiden harus orang jawa, capresnya luar Jawa.

Selain Sri Sultan, tokoh capres alternatif lainnya adalah: Prabowo Subianto 7,7%, Sutiyoso 5,4%, Hidayat NH 4,2%, Akbar Tandjung 3,8%, Yusril 2,5%, Surya Paloh 2,3%, Din Syamsudin 1,1%, Fadel Muhammad 1,0%, Sutrisno Bachir 0,4%, Ryamizard 0,4%, sisanya 51,6% adalah swing voters.
sumber:http://sultanforpresident.com/2008/07/03/sri-sultan-capres-alternatif-2009/

Jaring Capres Alternatif, DIB Gelar Konvensi di 10 Kota

Dewan Integritas Bangsa (DIB) akan menggelar konvensi calon presiden di 10 kota. Konvensi ini diadakan untuk mencari capres alternatif.

"Namanya saja alternatif. Kita coba mencari yang baru, yang prosesnya benar-benar memenuhi harapan masyarakat. Nggak lu lagi lu lagi," ujar Ketua DIB Salahuddin Wahid (Gus Solah) dalam acara Silaturahmi DIB dengan para Calon Presiden RI 2009-2014 di Gedung Joang, Jl Menteng Raya, Jakarta Pusat, Kamis (4/12/2008).

Konvensi itu akan dilangsungkan di 10 kota, yakni Yogya (10 Januari), Padang (13 Januari), Surabaya (17 Januari), Denpasar (24 Januari), Medan (31 Januari), Banjarmasin (7 Februari), Makassar ( 14 Februari), Ambon (21 Februari), Jayapura (28 Februari), dan Jakarta (7 Maret).

Namun jadwal ini bukan harga mati dan bisa berubah. "Tentu saja jadwalnya bisa diubah," ucap Gus Solah.

Hadir dalam acara itu Sri Sultan Hamengku Buwono, Yuddy Chrisnandi, Fadel Muammad, Marwah Daud Ibrahim, Rizal Ramli, dan Taufiqurrahman Rukie. Mereka adalah tokoh-tokoh yang dijadikan sebagai capres alternatif.

Menurut Gus Solah, proses konvensi ini akan melibatkan masyarakat. Dana yang dipakai juga dari masyarakat. "Kita akan meminta dana kepada masyarakat. Kita tidak ingin minta ke satu orang dengan uang banyak, tapi kita akan minta ke banyak orang dengan uang masing-masing tidak terlalu banyak," ujarnya.

Dalam proses konvensi ini, masyarakat akan diberi kesempatan untuk menilai para kandidat yang turut serta. Dari penilaian masyarakat itu, DIB akan memberikan penilaian untuk menentukan pemenangnya. "Namun mekanismenya masih belum ditentukan," tandas dia.
Sumber:www.detik.com

PAN Mencari Capres Alternatif

Partai Amanat Nasional (PAN) sudah menginventarisasi tokoh yang bakal masuk dalam bursa calon presiden (capres) 2009. PAN mencari capres alternatif dan pada Minggu (28/12), partai berlambang matahari ini akan mengumumkan nama capres yang masuk dalam bursanya.
“Kami akan menyebut beberapa nama sebagai ketua umum, tentu Sutrisno Bachir masuk dalam bursa kami,” ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) PAN Zulkifli Hasan di Jakarta, Selasa (23/12).
Mengenai wacana koalisi untuk pemilu mendatang, Zulkifli menjelaskan, PAN masih melakukan penjajakan. Syarat mencalonkan presiden tinggi sehingga PAN tidak akan berjalan sendiri. “Kita terbuka, tapi kita lihat dulu konfigurasi politik setelah pemilu legislatif,” ujarnya.
Saat ini, kata Zulkifli, riskan untuk membicarakan koalisi, karena setiap partai masih menarik tawaran yang tinggi dan semua mau jadi presiden. Namun, jika PAN memeroleh 15 persen suara, ada kemungkinan PAN akan mengusung sendiri capresnya.
Anggota Fraksi PAN lainnya, Abdillah Thoha mengatakan, saat ini bangsa ini sedang dilanda krisis dan masalah yang berat. Oleh karena itu, hal penting yang perlu dilakukan Indonesia pasca-Pemilu 2009 adalah menggalang persatuan nasional. “Siapa pun presidennya harus kita dukung,” katanya
sumber: http://www.sinarharapan.co.id

Capres Alternatif akan menang dalam pemilu 2009

Belakang ini banyak lembaga survey yang melakukan penelitian atas pilihan rakyat pada pemilu 2009, terutama pemilihan figur calon presiden dan wakil presiden. Kalau dilihat dari nama-nama yang muncul, tokoh yang mencuat namanya masihlah tokoh-tokoh lama yang sudah pernah bertarung dalam pemilihan presiden sebelumnya. Nama SBY dan Megawati masih merupakan figur yang banyak dipilih oleh rakyat melalui survey yang dilakukan.

Terlepas dari valid atau tidaknya hasil survey yang dilakukan, masih tergambarkan bahwa bangsa ini seperti kekurangan figur untuk dipilih sebagai pemimpin tertinggi dinegeri ini. Kejadian seperti ini biasa, disebuah negeri yang masih belajar dalam hal demokrasi. Sebagai negara yang telah berada dalam sebuah rezim yang berkuasa cukup lama, memang kemunculan sebuah figur alternatif menjadi sebuah hal yang banyak ditentang dan diremehkan. SBY juga mengalami hal yang sama pada saat pemilu 2004. Sebagai tokoh yang berasal dari tentara, dengan didukung oleh partai demokrat, sebuah partai baru bentukkan, SBY dianggap sebelah mata oleh lawan-lawan politiknya saat itu.

Partai Golongan karya yang telah memiliki jam terbang yang paling tinggi diantara partai yang ada, pada pemilu 2004 sangat optimis untuk memenangkan hasil pemilu legislatif. Tentu saja hal ini dijadikan sebagai dasar juga untuk memprediksi pemilihan presiden. Wiranto yang merupakan tokoh partai golongan karya yang memenangkan konvesi di partai golongan karya ternyata akhirnya harus menyerah, kalah dari pasangan SBY-JK.

Benteng Kedaulatan Dorong Bugiakso Jadi Capres Alternatif

Organisasi kemasyarakatan (Ormas) Benteng Kedaulatan (BK) mendorong tokoh muda Bugiakso yang juga cucu panglima besar (Pangsar) Jenderal Soedirman itu, menjadi calon presiden (Capres) alternatif pada pilpres 2009, kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) BK Farhan Effendi.

Seusai mendeklarasikan berdirinya Ormas BK yang dihadiri ratusan pengurus BK dari 33 provinsi dan penasihat BK Bugiakso, di Jakarta, Minggu, Farhan mengatakan, dukungan kepada sosok Bugiakso sebagai capres, karena figur itu memiliki kesamaan visi dan misi BK yaitu menginstrumentasi perjuangan mewujudkan cita-cita Proklamasi 1945 di sektor ekonomi, politik, sosial dan budaya.

NILAH.COM, Jakarta – Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri jadi calon presiden paling populer. Tapi, bukan berarti tak ada celah. Peluan

Capres alternatif masih dinantikan rakyat meski hasil berbagai survei menyebutkan SBY dan Megawati paling populer. Ada kecenderungan kuat, survei-survei itu sudah tidak dianggap penting lagi, terutama karena berbagai skandal di belakangnya. Karena itu, capres alternatif seperti Prabowo Subianto, Wiranto, Jusuf Kalla, Rizal Ramli, Sri Sultan Hamengkubuwono X, dan Hidayat Nurwahid diam-diam terus bergerak menyiapkan diri.

Mengenai pentingnya capres alternatif, Buya Ahmad Syafii Maarif, KH Solahudin Wahid dan M Amien Rais, sang tokoh reformasi, sudah menggulirkan hal ini. Maksudnya jelas, agar pada Pilpres 2009, rakyat punya pilihan yang lebih beragam.

Belakangan ini, dalam forum penyampaian sikap KPK-N terkait dengan kebijakan pengelolaan migas di Blok Natuna D Alpha, Amien Rais, misalnya, menilai ada kecenderungan pemerintah sekarang untuk terus melepas aset-aset negara kepada asing. Ini tak beda dengan pemerintahan Megawati dulu.

“Karena itu, memang harus ada tokoh alternatif baru yang lebih baik di luar pilihan SBY atau Mega,” kata Amien Rais.

Peluang Figur Capres Alternatif Cukup Besar

Pengamat Politik Sukardi Rinakit menyatakan figur calon presiden alternatif memiliki peluang cukup besar dalam Pemilu 2009. Peluang ini muncul karena masyarakat sedang mengalami kejenuhan.

"Tanah politik kita saat ini sedang gembur. Jadi peluang figur baru cukup besar," ujarnya dalam acara diskusi tentang Tokoh-Tokoh Alternatif untuk Pemilu 2009 di Press Room DPR.

Masyarakat, kata dia, saat ini sedang mengalami sindrom melodramatik. Yaitu mudah bosan, lupa, dan kasihan. "Dari sini saya simpulkan tren masyarakat Indonesia sedang mengalami kejenuhan," terangnya.

Tren Dukungan Capres Alternatif Meningkat

Direktur Eksekutif Lembaga Survei Nasional (LSN) Umar S Bakry menyatakan tren atau kecenderungan dukungan terhadap sejumlah calon presiden (capres) alternatif terus meningkat.

"Tren dukungan terhadap beberapa capres alternatif terus meningkat meski belum signifikan,

Survei LSN yang dilaksanakan tanggal 2-14 Mei 2008 memperlihatkan beberapa tokoh alternatif yang tren dukungannya meningkat adalah Sri Sultan Hamengku Buwono X, Prabowo Subianto, Hidayat Nur Wahid, dan Akbar Tandjung.
Jakarta (ANTARA News)