Minggu, 11 Januari 2009

dicari : seorang pemimpin masa depan


Entah apa yang terjadi dalam hidup saya 3 hari ini. Rasa syukur yang sangat mendalam, sebuah perasaan beruntung, 3 hari terakhir saya disodori dengan tontonan yang menarik, bacaan yang menggugah, dan dipertemukan dengan orang-orang yang luar biasa dan berkesempatan berdiskusi dengan mereka. Sebenarnya tidak cuma 3 hari terakhir. Namun, 3 hari terakhir entah kenapa topiknya mengarah pada tema yang nyaris memberikan sudut yang sama : pemimpin masa depan Indonesia. Sungguh, saya sangat beruntung, sekaligus pusing. Tapi *mengutip bahasanya sahabat saya nanang* pusing yang positif.

3 hari yang lalu, saya membaca salah satu blog favorit saya, Mas Imam Brotoseno, yang banyak mengupas tentang 2 pemimpin besar yang pernah dimiliki oleh republik ini, Bung Karno dan Pak Harto. terlepas tema yang diangkat disana, terlepas subyektifitas dan obyektifitas beliau, beberapa tulisan beliau banyak membahas tentang ini. Sayapun lalu jadi menelusuri bahasan sejenis di beberapa sumber, sampai saya juga akhirnya mendownload softcopy buku Pak Habibie, tentang detik-detik menjelang dan masa beliau menjadi Presiden ke 3 di negara ini.

2 hari yang lalu, saya harus ke Bandung untuk suatu urusan. Sambil menunggu keberangkatan, saya membaca Majalah Swa. Tema kali ini adalah tentang CEO, pada businessman papan atas Indonesia. Tulisan ini mengupas sisi lain kehidupan beberapa CEO seperti Rusdi Kirana, CEO Lion Air, Emirsyah Satar, CEO Garuda, Hermawan Kertajaya, CEO MarkPlus, Agus martowardojo, CEO Bank Mandiri dan beberapa tokoh lainnya. Tentang pengorbanan mereka, posisi keluarga bagi mereka, pilihan sulit yang harus mereka ambil. Sebuah potret real tentang kehidupan pribadi pemimpin Perusahaan. Well, read that article make me think, that theres no reason for me to feel i have been do the best. Nop. Saya jadi malu jika ingat bahwa segala upaya yang tengah saya lakukan dalam hidup saya masih belum apa-apa.

Beberapa artikel juga membahas 11 pemimpin level 5, sebuah definisi yang ditulis oleh Jim Collin, sang begawan management dalam bukunya Good to Great, tentang para eksekutif puncak kelas kakap seperti Colman Mockler, CEO Gillete, George Weissman, CEO Philip Morris, atau George Cain, CEO Abbott Laboratories. Mengagetkan buat saya, bahwa CEO of this Century, “The Neutron” Jack Welch, sang CEO General Electric (GE) yang buku dan konsep management nya menginspirasi dan dijadikan acuan oleh banyak tokoh bisnis dunia, tidak berada dalam 11 pemimpin level 5 ini. Yeah, they are not talk about Good CEO, but Great CEO. Colman Mockler, George Weissman, atau George Cain benar-benar the great CEO, benar-benar orang yang from nothing be something, pemimpin yang benar-benar mampu membalik keadaan namun sangat bersahaja bahkan dimasa puncak kejayaannya, dan mampu membalancing kehidupan profesionalnya dengan kehidupan pribadi dan keluarganya. Well, be the great was not an easy things. Dalam bahasa yang serupa namun tak sama, Peter Drucker, sang peletak dasar scientific management menjelaskan perbedaan CEO bagus dan CEO hebat.

Sorenya, setelah melalui meeting yang terus terang tidak menarik buat saya, saya dipertemukan dengan seorang da’i muda asal garut, pemimpin salah satu pesantren disana, keturunan salah seorang tokoh penyebar agama Islam terkemuka sekian abad lalu. Ketika mengakhiri sebuah meeting, duduk diberanda, berkenalan, berbasa basi, tiba-tiba saya terbawa dalam diskusi “ngalur ngidul” yang luar biasa. Berawal dari pertanyaan bodoh saya tentang nama sebuah kelompok atau aliran yang istilahnya tidak saya mengerti, mengalir begitu saja menjadi sebuah diskusi (lebih tepat sebenarnya beliau berbagi ilmu kepada saya) aliran-aliran tasawuf dan tarekat yang berkembang di Indonesia, sejarah perkembangan Islam di Indonesia, kelompok-kelompok besar, pesantren-pesantren, sejarah Kerajaan jaman Prabu Siliwangi, kerajaan demak, kecirebonan, sampai cerita bahwa saat ini ada lebih dari 430 ribu muallaf dari berbagai negara di Bali. Sungguh mencengangkan.

Sebagai orang awam, saya juga mempertanyakan kenapa begitu banyak aliran keislaman di Indonesia, apa yang membedakan, kenapa lalu ada aliran yang katanya (saya tidak berani menjudge karena toh saya tidak mengerti) sesat, dan sebagainya. Sampai kepada sebuah realita bahwa ummat Islam di Indonesia belum memiliki seorang Mufti (istilah ini juga baru saya ketahui waktu itu), seorang pemimpin yang benar-benar mampu menjadi pemersatu.

Disana saya juga bertemu dengan seorang budayawan, berdiskusi tentang industri kreatif, kekuatan bangsa yang didasari pada kearifan lokal, tentang betapa andai kita mau menyisihkan sedikit waktu untuk memahami sejarah kita sendiri, menggali akar kejayaan dan kekayaan budaya kita, akan lebih mudah bagi kita untuk kembali pada kejayaan, bukannya malah seperti tidak percaya diri lalu menghabiskan bermilyar-milyar untuk studi banding ke luar negeri, meski tentu saja ini tetap perlu dilakukan. Bahwa bangsa ini pernah sangat jaya, tidak hanya sekali, dan memiliki pemimpin yang mampu menyatukan Nusantara.

Malamnya, saya menonton diskusi Hermawan Kertajaya (HK) dan Aa’ Gym. Selain perspektif yang saya tulis di tulisan sebelumnya, diacara itu saya juga melihat, betapa “tekanan” yang dilakukan oleh HK kepada Aa’ Gym terkait kontroversi kehidupan beliau pasca memutuskan menikah kembali, saya melihat ada harapan yang besar dari seorang HK kepada Aa’Gym untuk kembali bangkit, agar Aa’Gym membuktikan bahwa konsep “management qalbu” beliau adalah sebuah konsep yang luar biasa, melebihi berbagai konsep management dan marketing yang pernah ada. Cukup mengagetkan bagi saya, ketika HK yang mengaku kagum dengan figur seorang Aa’ Gym, mencontohkan Rasulullah sebagai seorang figur pemimpin yang sangat komplit. HK menyatakan, Nabi Muhammad tidak hanya seorang pembawa pesan Tuhan/nabi, seorang ahli spiritual, namun juga seorang panglima perang yang luar biasa, kepala keluarga yang arif dan pebisnis yang profesional. Sungguh mengagetkan buat saya ketika seorang HK yang notabene non muslim menyatakan bahwa hanya umat Islam yang memiliki pemimpin agama yang sangat komplit, yang dalam istilah saya adalah seorang generalis, seorang yang sangat komplit, bukan hanya seorang specialyst penyampai pesan Tuhan (The Messanger). HK juga dengan lugas menyatakan, bahwa Aa’ Gym tidak hanya memberikan kesejukan bagi ummat Islam, namun bagi seluruh rakyat Indonesia. Bahwa Aa’ Gym adalah salah seorang tokoh, seorang pemimpin yang diharapkan mampu memberikan angin perubahan dan perbaikan bagi Bangsa Indonesia. Pertanyaan-pertanyaan HK yang mungkin terlihat menyudutkan, dimata saya adalah manifestasi kegemasan dan harapan yang luar biasa agar Aa’ Gym mampu kembali menjadi panutan, pemimpin bangsa dari sudut pandang tertentu.
Kekaguman HK terhadap Aa’ Gym dan Muhammad Rasulullah disatu sisi seakan menampar saya. Sungguh lucu jika ummat Islamnya sendiri, tidak mengagumi junjungannya sendiri.

Kemaren, setelah meeting di sebuah kementrian, saya dengan seorang teman diskusi ngalur ngidul, bicara bisnis, tiba-tiba bergeser menjadi cerita tentang masa pergerakan jaman tahun 97-98, tahun 66, tahun 45, dan pergerakan mahasiswa sekarang. Tiba-tiba bergeser memahami profil 2 tokoh besar presiden kita, membahas buku suluk Syekh Siti Jenar tulisan mas Agus Sunyoto (saya sudah pernah liat buku itu jaman kuliah, tapi ngga baca. Dan kali ini teman-teman merekomendasikan buku ini untuk saya), tentang sejarah masuknya agama-agama di Indonesia dan proses menyatunya dengan budaya masyarakat, tentang sejarah masuknya Islam pasca peristiwa karbala, tentang jaman kekhalifahan Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali dan kembali kepermasalahan Indonesia, tentang betapa complicated-nya masalah bangsa ini. Lagi-lagi, Indonesia benar-benar butuh seorang pemimpin besar, sebagaimana kejayaan Ken Arok, Prabu Siliwangi, Hayam Wuruk dan Gajah Mada, serta Soekarno dan Hatta. Tidak sekali bangsa ini menjadi penguasa, sangat strong di percaturan Internasional. Lalu ada apa dengan Indonesia saat ini?.

Beberapa minggu yang lalu, saya juga berkesempatan menggali ilmu dari seorang mantan Pangdam Siliwangi. Jika selama kuliah di malang teman-teman saya lebih banyak menambah galeri pengetahuan tentang masa jaya Majapahit, kali ini saya mendapatkan lebih banyak wacana tentang kejayaan Prabu Siliwangi, yang sangat sulit untuk ditaklukkan oleh Majapahit, sampai terjadinya perang bubat. Tentang prabu Siliwangi yang juga merupakan seorang tokoh yang complit, seorang pemimpin, ahli strategi perang, dan juga agamawan yang kuat. Tentang pengertian “Sunda” itu ternyata bukan hanya menjelaskan area di Jawa barat, tapi pengertian wilayah Sunda secara historis itu mencakupi area Asia Tenggara. Saya sempat tertawa geli sekaligus malu. Saya asli Bukittinggi, Sumatera Barat, besar di Malang, mempelajari sejarah jawa, sekarang di Jakarta, banyak diceritakan tentang sejarah betawi dan Sunda. Tiba-tiba jadi terpikir, siapa leluhurku? Jadi ingat sebuah tulisan yang masih berupa judul, karena belum ada ispirasinya. Ingin rasanya mengangkat dan melakukan analisa tentang kebangkitan melayu. Makanya, saya pernah posting di blog Bang Yusril, agar suatu saat beliau mengangkat topik kebangkitan Melayu.

Dan, hari ini, saya membaca tulisan Pak Sawali, tentang potret guru. Dimata saya, tulisan itu justru mengingatkan saya pada tontonan Aa’ Gym. Pak sawali, meski saya tidak kenal dekat namun dari tulisan-tulisannya saya yakin beliau adalah salah satu figur guru yang luar biasa, justru merasa belum berbuat apa-apa. Pak sawali, dimata saya, anda juga figur pemimpin di dunia pendidikan, layaknya saya memandang seorang Aa’Gym. Andai semua guru berintrospeksi seperti anda.

Diskusi kemaren memang berakhir dengan sebuah kondisi, betapa complicated-nya kondisi bangsa kita. Betapa dibutuhkan pemimpin yang sangat komplit, seorang spiritualis, negarawan, politisi, businesman yang benar-benar mengerti akar dari bangsa Indonesia. Pemimpin yang mampu *mengutip kalimat Naga Bonar* “maling pun tergugah nasionalismenya. Betapa dibutuhkan pemimpin yang mampu merangkai kembali puzzle, sobekan-sobekan, yang perlu dirangkai menjadi utuh. Saya sempat jadi seperti umumnya kita yang patah semangat tentang kemungkinan Indonesia mencapai kejayaannya, namun toh semua menjadi tidak penting. Kita tetap perlu optimis. Sejarah mencatat, Indonesia adalah bangsa besar.
so, dimanakan pemimpin masa depan Indonesia saat ini?

http://www.edo.web.id/wp/2008/01/23/dicari-seorang-pemimpin-masa-depan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar