Senin, 23 Februari 2009

Untuk Dampingi Jusuf Kalla, Golkar Cari Cawapres dari Jawa

JAKARTA - Petinggi Golkar mulai mengalkulasi siapa yang akan menjadi pendampingi Jusuf Kalla bila sang ketua umum menjadi capres. Menurut Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso, cawapres yang dibutuhkan harus mampu menutupi kelemahan Kalla.

Dia mengakui, kelemahan yang dimaksud adalah meraih basis Jawa dengan mencari cawapres asal Jawa. ''Kemudian, opsi yang berkembang adalah calon berbasis massa Jawa yang militer atau nonmiliter,'' katanya.

Untuk yang militer, dia mengajukan nama Sutiyoso dan Prabowo. Menurut dia, Sutiyoso dan Prabowo adalah dua figur potensial dari kalangan militer. Mereka menawarkan citra ketegasan dan rasa aman dengan menjadi cawapres. Dari nonmiliter muncul nama Hidayat Nurwahid dan Sri Sultan.

''Ini semua masih kami kaji. Yang jelas, Golkar siap mengusung calon alternatif dari dua blok yang sudah ada (blok Megawati dan blok SBY, Red),'' katanya.

Pengamat politik Yudi Latif dari Universitas Paramadina mengatakan, Kalla tidak mudah mendapat pendamping yang pas. Alternatif kandidat cawapres bagi saudagar asal Makassar itu relatif terbatas. ''Banyak yang bisa muncul sebagai cawapres Kalla. Tapi, hanya dua nama yang paling potensial, yaitu Sri Sultan dan Hidayat Nurwahid,'' kata Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi Latief di Jakarta kemarin (22/2).

Di antara dua nama itu, Yudi menyebut Sri Sultan merupakan sosok yang paling ideal untuk mendampingi Kalla. Di satu sisi, tutur dia, Kalla merepresentasikan secara kuat masyarakat luar Jawa. Sedangkan Sri Sultan mencerminkan basis pemilih di Jawa.

''Persoalannya, Sri Sultan masih sulit dirangkul sebagai cawapres. Keinginannya menjadi capres sangat besar,'' ujarnya.

Skenario kedua, lanjut Yudi, Kalla menggandeng Hidayat Nurwahid. Namun, duet itu juga memiliki kelemahan. Meskipun di-back up parpol yang terkenal memiliki basis massa solid, yakni PKS, Hidayat tidak terlalu kuat mencerminkan tokoh Jawa.

Selain itu, berbagai survei menunjukkan trend electoral Kalla dan Hidayat masih kalah dibandingkan dengan Sri Sultan. Yudi lantas menyebutkan hasil kajian reform institute bahwa hanya 27 persen responden yang mengatakan memilih presiden karena pilihan partai. Sebagian besar memilih lebih berdasar aspek kefiguran.

''Makanya, Kalla-Hidayat juga bukan dua figur yang saling melengkapi,'' ujarnya. Sedangkan kemungkinan untuk menggandeng figur lain, seperti Prabowo atau Wiranto, juga bukan opsi yang bisa dengan gampang diambil. Apalagi, keduanya memiliki track record sebagai elite yang meninggalkan Partai Golkar.(pri/aga)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar