Senin, 19 Januari 2009

Peluang Para Capres Alternatif

Oleh; Lili Romli, Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI Direktur Desk Pilkada dan Pemilu Puskapol UI

Beberapa kalangan mendorong gagasan perlunya mengusung calon presiden (capres) alternatif, selain yang sudah ada.Yang dimaksud dengan capres yang ada yaitu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Megawati Soekarnoputri.

Kita tahu, sebagai incumbent, dapat dipastikan SBY akan maju kembali bertarung dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009. Sedangkan Megawati dan partainya (PDIP) jauh-jauh hari sudah mendeklarasikan akan bertarung kembali melawan SBY. Selain dua kandidat tersebut, diharapkan pada Pilres 2009 nanti ada calon alternatif.

Dalam bahasa Soetrisno Bachir,jangan sampai pada Pilpres 2009 nanti terjadi 4 L (lu lagi, lu lagi), tetapi ada wajah-wajah baru yang dapat memberikan ”angin segar” bagi proses pencalonan presiden. Bahasa kerennya, perlu ada ”perubahan”. Persoalan kemudian, bagaimana peluang capres alternatif tersebut. Paling tidak ada dua tantangan utama munculnya capres alternatif.

Tantangan awal yang segera menjerat munculnya capres alternatif adalah isi Undang-Undang Pilpres yang mensyaratkan pengajuan calon dengan persyaratan yang tinggi. Dalam undang-undang yang baru saja disahkan oleh DPR itu tertulis bahwa syarat partai politik dapat mengajukan calon presiden apabila memperoleh sebanyak 20% perolehan kursi di DPR atau 25% raihan suara (secara nasional) dalam pemilu legislatif.

Adanya syarat yang tinggi dalam pengajuan capres tersebut akan berakibat paling tidak tiga hal yang saling berkaitan. Pertama, proses pencalonan capres menjadi ”hak eksklusif” partai-partai besar. Dominasi partaipartai besar dalam proses pencalonan akan terjadi. Dampak dari dominasi itu, partai-partai sedang dan kecil akan ikut ”apa kata” partai-partai besar.

Kedua, di tengah-tengah persaingan ketat dengan 38 kontestan Pemilu ditambah adanya aturan parliamentary threshold (PT) 2,5%, peluang partai-partai sedang dan kecil untuk melenggang ke Senayan cukup berat. Jangankan untuk mencapai 25% suara sehingga mereka dapat mencalon presiden, untuk lolos PT 2,5% saja saya kira mereka akan ”setengah mati”menggapainya.

Dengan kondisi seperti itu, peluang partai-partai sedang dan kecil untuk mencalonkan presiden relatif kecil— untuk tidak mengatakan tertutup. Dampak pertama dan kedua tersebut akan melahirkan dampak yang ketiga, yaitu persyaratan yang tinggi akan mempersulit munculnya capres baru sebagai alternatif dari capres yang ada selama ini. Seperti dikemukakan di atas, kemungkinan pasangan capres yang ada sekitar dua pasang atau tiga pasang. Ini berbeda dengan Pilpres 2004.

Kita tahu, pada Pilres 2004 ada lima pasang capres dan wakilnya, yaitu Wiranto-Salahuddin Wahid, Megawati Sokarnoputri-Hasyim Muzadi, Amien Rais-Siswono Yudohusodo, Susilo Bambang Yudhoyono–M Jusuf Kalla, dan Hamzah Haz-Agum Gumelar.

Salah satu faktor banyaknya capres tersebut karena persyaratan pengajuan calon rendah, yaitu sekurang-kurangnya 3% dari jumlah kursi DPR atau 5% dari perolehan suara sah secara nasional hasil Pemilu (legislatif) 2004 dapat mengusulkan pasangan calon presiden. Tantangan kedua,mampukah para capres alternatif mengalahkan SBY atau Megawati? Sebab, berdasarkan beberapa survei, tingkat popularitas dan electabilitydua kandidat tersebut relatif tinggi dibandingkan kandidatkandidat lain yang ingin maju.

Hasil jajak pendapat Lembaga Survei Indonesia (LSI) baru-baru ini, misalnya, Yudoyono akan dipilih oleh 32% calon pemilih, disusul oleh Megawati sebesar 25%. Calon lainnya relatif kecil,Wiranto dipilih oleh 6% calon pemilih, Prabowo (5%), Sultan (3%), dan lain-lain di bawah 3%.

Survei yang dilakukan IRDI juga menempatkan SBY dipilih oleh 33% dan Megawati 17,9,sedangkanWiranto 5%,Prabowo 4,7% dan yang lainnya di bawah 3%. Bila mengacu pada hasil survei tersebut, dapat dikatakan bahwa peluang capres alternatif vis a visSBY dan Megawati,relatif kecil dan cukup berat untuk dapat keluar sebagai pemenang. Dengan kondisi seperti itu, masih adakah peluang capres alternatif untuk menang?

*** Dalam demokrasi dengan pemilihan langsung tidak ada yang tidak mungkin, semuanya serbamungkin. Perlu diketahui bahwa hasil survei bukanlah untuk memprediksi, apalagi menentukan, tentang siapa yang akan menjadi pemenang dalam pemilihan.

Hasil survei merupakan gambaran tentang perilaku pemilih, utamanya preferensi pemilih terhadap kandidat. Dalam pemilihan langsung, perlu diketahui bahwa selain ada yang jauhjauh hari sudah menentukan pilihan, juga ada pemilih yang menentukan pilihan pada detik-detik terakhir (undecided voters). Pemilih jenis terakhir ini kerap akan berperan menentukan kemenangan kandidat.

Di antara faktor yang menentukan bagi jenis pemilih ini adalah apa yang dinamakan Efek Bandwagon. Dengan efek ini maka pemilih yang ragu pada menit-menit terakhir akan memilih kandidat yang diprediksi akan menang. Apabila calon-calon alternatif lebih bisa diterima oleh pemilih dan menjanjikan serta akan membawa perubahan dibanding kondisi sekarang seperti kondisi kemiskinan, pengangguran,tingginya harga-harga kebutuhan pokok, kesehatan, pendidikan, dan pemberantasan korupsi, maka bisa jadi capres alternatif tersebut akan menjadi kuda hitam.

Seperti dikemukakan di atas, dalam pemilihan langsung tidak ada yang pasti, tidak ada yang tidak mungkin. Semuanya masih bisa berubah dan penuh kejutan. Kini kita tinggal menunggu, apakah partai-partai politik nanti mengajukan kandidat figur alternatif atau stok lama dalam kemasan baru? Wallahu’alam.
sumber:http://gp-ansor.org/opini/peluang-para-capres-alternatif.html

1 komentar:

  1. menurut saya siapapun presidennya bukan masalah
    yang penting bisa membawa perubahan ke arah yang lebih baik
    istilah 4L memang menggelitik, tapi apakah mereka yang ngomong begitu jelas lebih baik dari si objek 4L?
    kita lihat saja
    saya setuju dengan hak eksklusif DPR yang membatasi ruang gerak capres partai kecil yang sebenarnya potensial
    pemilu 2009 tinggal menunggu hitungan bulan, mari berpesta, semoga yang tebaik untuk seluruh rakyat indonesia

    BalasHapus