Jumat, 20 Februari 2009

Gugatan 6 Parpol Ditolak, MK Kukuhkan Syarat Capres, 20% Kursi, 25% Suara

Ketua Umum Dewan Syuro Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra (kiri) bersama mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso mendengarkan pembacaan putusan tentang syarat 20 persen dan 25 persen suara bagi partai politik untuk mengusulkan calon presiden di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (18/2). Gugatan mereka akhirnya ditolak.


[JAKARTA] Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi atas Pasal 9 UU 42/2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang diajukan Mayor Jenderal (Purn) Saurip Kadi dan enam partai politik (parpol). Dengan putusan itu berarti pengajuan capres-cawapres hanya bisa dilakukan oleh parpol atau gabungan parpol yang memiliki 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah secara nasional dalam pemilu legislatif.

"Ketentuan yang ter- tuang dalam Pasal 9 UU tentang Pilpres tidak bertentangan dengan UUD 1945, karena merupakan kebijakan yang diamanatkan oleh UUD 1945 itu sendiri dan sifatnya pun terbuka," ujar hakim MK, Arsyad Sanusi yang ditemui SP di Jakarta, Rabu (18/2), sesuai membaca putusan.

MK menilai, ketentuan ambang batas minimal perolehan suara parpol terhadap capres dan cawapres yang diusulkan tersebut bertujuan untuk menegaskan sistem presidensial yang kuat dan berupaya mewujudkan efektivitas pemerintahan.

Arsyad menampik dalil pemohon I, yakni Saurip Kadi yang menyebut Pasal 9 diskriminatif dan membatasi hak konstitusional warga negara. "Tidak ada unsur diskriminatif dalam ketentuan syarat perolehan suara bagi parpol pengusung capres ini," katanya.

Dia juga menepis argumentasi yang menyebutkan ambang batas minimal perolehan 20 persen kursi di DPR atau 25 persen dari suara sah nasional telah bertentangan dengan prinsip pemilu yang demokratis, langsung, umum, bebas dan rahasia. "Tidak ada korelasi logis antara batas minimal perolehan suara dengan prinsip pemilu yang demokratis," ucap dia.

Lagi pula, menurut MK, syarat dukungan perolehan suara minimal bagi parpol merupakan dukungan awal untuk selanjutnya dipilih dalam pilpres.

Perkara pengujian Pasal 9 UU Pilpres diajukan oleh Mayor Jenderal (Purn) Saurip Kadi dan enam parpol, yakni Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Demokrasi Perjuangan (PDP), Partai Buruh, Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN), Partai RepublikaN, dan Partai Bulan Bintang (PBB).

Para pemohon berpendapat, ketentuan itu tidak sesuai dengan amanat UUD 1945. Aturan itu juga menghilangkan hak setiap warga negara untuk memilih dan dipilih dalam persaingan Pilpres 2009. Ketentuan itu hanya mengakomodasi parpol yang memiliki kursi di DPR, sedangkan parpol kecil bisa terdiskualifikasi.

Selain itu, aturan dalam Pasal 9 mengesankan adanya arogansi partai besar yang memenangi Pemilu 2004. Pasal itu juga dinilai menghambat alternatif terjadinya perubahan kepemimpinan sosial dan politik.

Meski demikian, pemohon setuju tetap ada aturan untuk mengusung capres atau cawapres. Mereka menilai, ketentuan Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945, sudah cukup sebagai syarat pengajuan pasangan calon oleh parpol dan gabungan parpol. Pasal itu hanya mensyaratkan capres dan cawapres diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol sebelum pelaksanaan pemilu.

Sementara itu, PBB juga meminta MK menguji Pasal 3 Ayat (5) UU Pilpres. Pasal itu mengatur pelaksanaan secara terpisah Pemilu Anggota DPR, DPRD, dan DPD, serta Pemilu Presiden dan Wapres. Aturan tersebut dianggap bertentangan dengan Pasal 22E Ayat (1) dan (2) UUD 1945, yang menyebutkan pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden, Wapres, dan DPRD. Menurut PBB, pelaksanaan pemilu legislatif dan pilpres harus dilaksanakan secara serentak dan bersamaan.didit [CNV/NCW/A-16]
sumber: suara pembaharuan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar