Senin, 16 Februari 2009

Pemimpin Alternatif Perlu Teken Kontrak Politik

JAKARTA (Suara Karya): Forum Pergerakan Nusantara (FPN) menyerukan pemimpin alternatif membuat kontrak politik menyangkut komitmen memperjuangkan kesejahteraan masyarakat.


Demikian disampaikan Koordinator FPN Bondan Gunawan dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu. Mereka yang tergabung dalam FPN adalah kalangan agamawan, akademisi, dan pengamat politik. Mereka antara lain Sukardi Rinakit, Soetandyo Wignjosoebroto, Mochtar Pabotinggi, Frans Magnis Suseno, Yudi Latif, dan Andrinov A Chaniago.

Bondan menjelaskan, seruan itu didasari keprihatinan terhadap kedaulatan bangsa yang semakin terkikis kepentingan-kepentingan pribadi dan golongan. Di mata FPN, katanya, kondisi bangsa saat ini amat rapuh. Semangat gotong-royong melemah, politik identitas menguat, sementara orientasi politik menyempit pada diri sendiri dan kelompok.

Karena itu, FPN menyerukan perlunya calon-calon pemimpin bangsa meneken kontrak politik yang mencakup paradigma pembangunan, peran-peran kelembagaan, sampai platform politik. "Siapa pun pemimpin yang akan datang harus mempunyai kontrak politik dengan rakyat sehingga tidak bekerja atas kepentingan kelompok atau pun dirinya," ujar Bondan.

Mochtar Pabotinggi juga mengaku prihatin dengan kondisi bangsa selama sepuluh tahun terakhir. "Tiga elemen negara, yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif terlihat hanya mementingkan diri sendiri dan saling jarah," katanya.

Sementara Yudi Latif menekankan, hasil reformasi yang digerakkan melalui demokrasi jauh dari harapan. "Sangat ironis kondisi sekarang ini. Dalam demokrasi kita telah terjadi defisit pejuang kepentingan rakyat," ujarnya.

Demokrasi dalam politik, menurut Yudi, hanya menghambakan sebagian orang dan golongan kepada kepentingan primordial. "Untuk itu perlu koreksi reformasi agar kepentingan-kepentingan kolektif bisa diperjuangkan tidak berhenti pada prosedur-prosedur," katanya.

Untuk mendapatkan pemimpin alternatif yang serius memperjuangkan kepentingan masyarakat, partai politik (parpol) perlu direformasi. "Sekarang ini parpol yang diharapkan bisa melahirkan pemimpin yang berkualitas malah hanya melihat pemimpin berdasarkan aspek material," ujar Yudi.

Dalam rangka mereformasi fungsi kelembagaan parpol untuk melahirkan pemimpin, menurut Yudi, diperlukan peran aktif semua kalangan masyarakat. Mereka perlu diberi ruang untuk memberikan tekanan kepada parpol supaya memperbaiki fungsi penjaringan pemimpin bangsa.

Sementara Andrinov dan Frans Magnis Suseno sama-sama menilai pemerintahan sekarang ini gagal membawa misi dan visi bangsa ke arah yang lebih baik. Karena itu, sekarang ini timbul banyak masalah, seperti krisis pangan hingga krisis energi.

Menurut Andrinov, pemimpin sekarang ini hanya mementingkan aspek jangka pendek yang hanya menyentuh masalah sektoral. Mereka tidak lagi berpikir dan bertindak secara strategis. "Dampaknya, sekarang ini kebijakan jangka pendek justru menciptakan masalah di masa datang," ujarnya.

Bagi Sukardi Rinakit, kontrak politik diperlukan agar calon pemimpin bangsa menepati janji seperti saat kampanye dalam rangka pemilu. Apabila tidak dapat memenuhi janji, mereka tidak perlu dipilih lagi. "Tidak ada sanksi hukum, melainkan sekadar penalti sosial," ujarnya.

Pemimpin bangsa seharusnya mengabdikan diri untuk kesejahteraan masyarakat, bukan kekuasaan. Saat ini yang perlu diwaspadai adalah potensi rakyat menjadi bersikap pragmatis.

Menurut Sukardi, saat ini terlihat pijar-pijar konflik yang potensial meruntuhkan kedaulatan bangsa. "Daya tahan rakyat kini sangat lemah. Sementara pijar-pijar konflik sudah bermunculan. Ini amat mengkhawatirkan," katanya.

Idealnya, ujar Sukardi, di masa datang pemimpin yang dipilih berdasar kemampuannya membangkitkan inspirasi publik serta berani membuat kontrak politik menyangkut jaminan kesejahteraan masyarakat.

"Untuk memperoleh pemimpin yang benar-benar mengedepankan kepentingan rakyat, maka sistem pemilihan harus diubah. Ketentuan calon legislatif ditentukan dengan nomor urut hanya akan memperkuat oligarki partai," kata Sukardi.

Sumber : www.suarakarya-online.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar