Jumat, 20 Februari 2009

Isyarat SBY-Kalla Bakal Berpisah

Golkar Ajukan Capres Sendiri

JAKARTA - Slogan "bersama kita bisa" bakal berubah menjadi "tidak bersama, kita bisa". SBY dan Jusuf Kalla yang menjadi pilar slogan itu di ambang perpisahan. Besar kemungkinan dua tokoh yang kini bergandengan tangan dalam menggerakkan roda pemerintahan itu akan saling berhadapan pada Pemilu 2009.

Bakal berpisahnya duet tersebut mengemuka setelah kemarin Partai Golkar yang dipimpin Jusuf Kalla memutuskan untuk mengusung kader sendiri sebagai calon presiden dalam pemilihan presiden nanti. Keputusan itu sangat mengejutkan karena sebelumnya sebagian besar elite di beringin berusaha mempertahankan duet SBY-Kalla.

Keputusan yang bakal merombak peta politik pilpres tersebut dihasilkan dalam rapat konsultasi nasional Rabu (18/2) malam. Agenda pertemuan itu awalnya hanya membahas pemenangan pemilu legislatif. Tapi, dinamika menghasilkan putusan yang menentukan arah politik di ajang pemilihan presiden.

Forum yang dibuka Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla dan dihadiri seluruh dewan penasihat serta 33 ketua DPD I Partai Golkar se-Indonesia tersebut sebenarnya tidak berlangsung lama. Arah pembicaraan mulai bergerak ke pembahasan capres dipicu pernyataan Ketua DPD I Golkar Sumatera Selatan Alex Noerdin yang menilai koalisi dengan Partai Demokrat tidak perlu dipertahankan karena merugikan Golkar.

Menurut gubernur Sumatera Selatan itu, posisi Golkar dalam koalisi SBY-Kalla minor sehingga sering direndahkan dengan pernyataan verbal pengurus-pengurus Demokrat maupun keputusan-keputusan pemerintah yang tidak menguntungkan Golkar.

''Alex mencontohkan keputusan pilkada Maluku Utara bahwa Mendagri memenangkan calon dari Demokrat sekaligus menganulir kemenangan calon Golkar,'' ujar salah seorang ketua DPD yang hadir dalam pertemuan tersebut.

Pertemuan Rabu malam ditutup tanpa keputusan karena Kalla kurang enak badan. Kamis pagi kemarin Kalla mengundang seluruh ketua DPD untuk bertandang ke kediaman dinas wakil presiden. Pertemuan selama dua jam itu tidak dihadiri Alex Noerdin maupun pengurus teras DPP Partai Golkar yang selama ini mendukung kelanjutan duet SBY-Kalla.

Ketua DPD I Golkar Jawa Barat Uu Rukmana setelah pertemuan kepada sejumlah wartawan mengatakan, dalam pertemuan tersebut, Kalla menyerah pada keinginan seluruh DPD untuk mengusung calon presiden sendiri. ''Itu hak kalian. Kalau semua sudah setuju, mau tidak mau, DPP harus ikut,'' katanya.

Keputusan mengejutkan dari Kalla itu dinilai Uu menimbang mekanisme pemungutan suara di DPP Golkar. Dengan kekuatan 33 suara berbanding 10 suara milik DPP, bila divoting, keinginan untuk mengusung calon sendiri akan unggul dibandingkan dengan suara yang menghendaki Golkar kembali mengusung duet SBY-Kalla. ''Ini sudah keputusan resmi seluruh DPD I. Karena itu, tadi ketua umum meminta kami memberikan keterangan pers tentang keputusan ini,'' tuturnya.

Meski demikian, Uu mengakui keputusan tersebut masih bisa berubah di Rapat Pimpinan Nasional Khusus Partai Golkar pada 23 April mendatang. Sebab, hak suara juga dimiliki DPD II Partai Golkar yang diakuinya belum 100 persen mendukung Golkar mengusung kader sendiri menjadi capres.

Meski demikian, keputusan Kalla tersebut disambut gembira seluruh DPD I. Sejumlah DPD langsung menyorongkan Kalla sebagai calon presiden. Di antaranya, DPD I Lampung, Maluku Utara, dan DKI Jakarta. ''Ketua umum adalah kader terbaik partai. Tentu kami akan mengajukan ketua umum sebagai calon presiden. Bagi Lampung, keputusan itu sudah harga mati,'' tegas Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Lampung Alzier Dianis Thabranie.

Pendapat yang sama juga disampaikan Ketua DPD I Partai Golkar DKI Jakarta Ade Surapriatna. Menurut ketua DPRD DKI Jakarta itu, Partai Golkar adalah partai besar yang memiliki tradisi mencalonkan presiden sejak awal berdirinya. ''Sejak dulu kami selalu mengajukan calon presiden. Walau dalam pemilu lalu Pak Wiranto kalah, gengsi sebagai partai besar nomor satu,'' tandasnya.

Meski sepakat mengusung capres sendiri, pertemuan kemarin tidak membahas figur yang akan diusung. Seluruh DPD sepakat mengikuti mekanisme penjaringan calon presiden melalui sigi, seperti keputusan Rapimnas Partai Golkar Oktober tahun lalu. ''Diharapkan, Maret sudah ada keputusan,'' tambah Alzier.

Pada 16 Februari lalu, DPP Partai Golkar mengirimkan surat edaran kepada seluruh DPD kabupaten/kota dan DPD provinsi untuk menyetorkan tujuh nama calon presiden ke DPP. Nama-nama tersebut nanti direkapitulasi dan disigi. Hasilnya akan dibawa ke rapat pimpinan nasional khusus setelah pemilu legislatif mendatang.

Dalam Rapimnas Partai Golkar 2008, sejumlah nama sudah disebut oleh DPD. Nama Jusuf Kalla masih sangat popular di kalangan partai berwarna kuning itu untuk dijadikan capres. Selain Kalla, muncul nama mantan Ketum Akbar Tandjung yang diyakini berbagai pihak masih memiliki jaringan kuat di kalangan Golkar. Nama lain yang juga kuat adalah Sri Sultan HB X yang sudah didukung secara terang-terangan oleh SOKSI, salah satu organisasi pendiri Golkar.

Selain itu, muncul nama Wakil Ketua Umum Agung Laksono yang kini menjabat ketua DPR, Abu Rizal Bakrie, Muladi, Fadel Muhammad, dan Surya Paloh.

Reaksi Demokrat

Partai Demokrat, rupanya, masih berharap banyak untuk berkoalisi kembali dengan Partai Golkar. Ketua Bidang Politik dan Otonomi Daerah DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengatakan, koalisi dua partai tersebut seharusnya bisa dilanjutkan untuk satu periode ke depan. Sebab, duet SBY-Kalla sudah terbukti ampuh memimpin Indonesia.

Namun, dia mengakui, desakan untuk mengusung Kalla sebagai RI 1 sangat kuat di partai berlambang beringin itu. ''Setiap partai pasti bercita-cita mengajukan kadernya menjadi capres. Apalagi bagi partai sebesar Golkar,'' kata Anas di Jakarta kemarin (19/2).

Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum itu mengatakan, apabila Golkar mengusung Kalla sebagai capres, itu berarti Demokrat dan Golkar akan pecah kongsi. Sebab, bagi Demokrat, SBY adalah harga mati maju sebagai capres. ''Kami masih berharap, Golkar menjadi bagian koalisi dengan Partai Demokrat dan partai-partai pendukung di pemerintahan,'' kata mantan ketua umum PB HMI itu.

Anas menambahkan, membentuk koalisi baru tak semudah membalik telapak tangan. Butuh penyesuaian dan kompromi antarpartai. Namun, dengan koalisi antara Golkar dan Demokrat selama ini, terbukti kedua partai mampu berjalan sinergis. ''Melanjutkan koalisi dengan perbaikan lebih baik daripada membangun koalisi baru,'' katanya.

Melihat perkembangan politik di internal beringin, kata Anas, Demokrat takkan menghalangi apabila Golkar ingin tampil sebagai RI 1. ''Kami tidak bisa menghalangi teman-teman di Golkar. Tapi, kami (masih) optimistis, Golkar akan berkoalisi bersama Demokrat,'' katanya. (noe/aga/agm/tof)
sumber: jawa Pos

Tidak ada komentar:

Posting Komentar